Sejarah penyamakan kulit hewan merupakan salah satu aktivitas manusia tertua di dunia. Cara orang bertahan pada zaman tersebut adalah dengan berburu dan meramu. Awalnya, kulit yang diperoleh dari kegiatan beternak dan berburu hewan digunakan sebagai pakaian atau tenda yang berbahan kulit hewan. Akan tetapi, kulit-kulit hewan tersebut menjadi kaku ketika berada di suhu rendah sementara akan membusuk ketika dipanaskan. Oleh karena itu, manusia berusaha untuk membuat kulit hewan menjadi lebih fleksibel dan kuat dengan cara menggosok lemak hewan pada kulit hewan. Hal inilah yang menjadi awal mula proses penyamakan kulit yang disebutkan di dalam sejarah kostum kuno – Early Assyrian Clothing.
Proses pengolahan kulit
Proses pengolahan kulit yang lainnya adalah mengasapi kulit, yang pada mulanya terjadi secara kebetulan kemudian menjadi penyamakan kulit (tanning) dengan menggunakan zat kimia formaldehid. Zat kimia formaldehid merupakan zat kimia yang ditemukan di dalam uap air yang dihasilkan dari pembakaran dedaunan hijau dan dahan pohon.
Berdasarkan hal tersebut, maka terjadilah penemuan dimana proses pembusukan pada kulit hewan juga bisa dihentikan dengan cara dikeringkan (dijemur dibawah terik matahari) atau diasinkan dengan garam.
Penyamakan kulit nabati juga telah dikenal sejak zaman purba meskipun tidak diketahui dengan jelas bagaimana proses penyamakan kulit menggunakan zat nabati atau natural (khususnya pohon oak) ditemukan.
Metode penyamakan kulit lainnya yang diketahui pada masa awal adalah penyamakan kulit dengan menggunakan tawas yaitu semacam mineral yang tersebar luas di berbagai belahan dunia, khususnya di daerah sekitar gunung berapi yakni biasa disebut sebagai penyamakan mineral atau krom.

Metode-metode tersebut secara bertahap menjadi lebih berseni dan efisien sehingga membuatnya digunakan dalam peradaban kuno dan berlanjut dari abad ke abad hingga masa kini. Penggunaan metode-metode tersebut juga telah menyebar luas.
Hal tersebut ditandai dengan penemuan sejumlah naskah-naskah dan lukisan-lukisan yang ditemukan oleh para arkeolog.
Di daerah Mesopotamia antar millennium ke-5 SM hingga millennium ke-3 SM. Contohnya bangsa Sumeria menggunakan kulit dan papyrus sebagai pengikat gaun panjang dan mahkota untuk kaum wanita.
Bangsa Assyria menggunakan kulit sebagai alas kaki, namun juga sebagai kantong air dan sebagai pengapung rakit.
Barang-barang dari kulit
Orang Mesir Kuno juga telah mencapai kemajuan besar dalam pengolahan kulit hewan yang digunakan untuk pakaian, sarung tangan, perkakas, senjata atau ornament.
Strabo, seorang ahli sejarah menceritakan hal yang menarik dari penemuan Bangsa Funisia, yaitu membuat pipa air dari kulit.
Pada zaman Romawi Kuno, kulit digunakan secara luas di seluruh provinsi Kekaisaran Romawi. Pada masa itu pula, teknik penyamakan kulit yang lebih efisien ditemukan dimana teknik tersebut tidak dikembangkan di tempat tersebut.

Orang Romawi menggunakan kulit sebagai pakaian dan alas kaki, serta untuk membuat tameng dan baju zirah. Tempat penyamakan kulit tidak terbongkar di antara reruntuhan kota Pompeii dan perlengkapan yang sama masih digunakan berabad-abad kemudian setelah penemuan tersebut.
Lompat ke abad ke 8 M, Spanyol (kemudian di bawah pengaruh bangsa Moor) telah mengembangkan produk kulit yang disebut Shell Cordovan.
Produk tersebut merupakan sejenis tipe kulit yang terkenal di seantero Eropa berabad-abad. Kemampuan menyamak kulit tipe Cordova tidak begitu istimewa di dunia Barat sebagaimana yang telah diceritakan oleh Marco Polo.
Dalam perjalanannya, ia bercerita bahwa Bangsa Mongol menggunakan botol, selimut, topeng, dan topi yang terbuat dari kulit yang telah dihiasi secara berseni.
Dari hal itulah, Marco Polo menciptakan sebuah ungkapan “Russia Leather” yang menunjukkan sejenis kulit dengan bau yang khas.

Kemajuan pesat teknik penyamakan kulit terjadi pada abad ke-12 M dengan tidak adanya perubahan besar dalam teknik penyamakan kulit. Meskipun penyamakan kulit dengan minyak digunakan untuk produksi pakaian jadi protektif.
Pada abad ke-14 M, penggunaan kulit di integrasikan dengan kursi kayu, lengan kursi, dan kursi panjang yang dibuat dengan keterampilan yang telah mencapai level bentuk seni. Hal ini juga sama dengan permadani (khususnya di Venezia pada abad ke-15 dan ke-16) dengan lemari dan peti, serta jilid buku.
Moderenisasi pengolahan kulit
Perubahan drastis terjadi belakangan ini dengan penemuan kemampuan garam krom dalam menyamak kulit sehingga dapat meningkatkan produksi dan diaplikasikan dalam industri. Perubahan drastic lainnya terjadi dengan digantinya komponen lubang samak dengan drum putar.
Hasil dari inovasi-inovasi tersebut membuat jangka waktu proses penyamakan kulit menjadi lebih singkat dari 8-12 bulan menjadi hanya beberapa hari saja.
Kembali ke masa lalu, dengan melihat system dan perkakas yang digunakan untuk mengerjakan kulit, maka dapat dilihat bahwa mulai dari zaman Paleolitikum hingga sekarang proses dan perkakas hampir tidak ada perubahan, hanya saja lebih efisien dan nyaman.
Perkakas yang sama untuk menguliti, mengorek, mencukur, menggantung, dan menghias kulit yang ditemukan pada tiap zaman.
Ini adalah demonstrasi lebih lanjut yang menunjukkan fakta bahwa proses penyamakan kulit berkaitan erat dengan sejarah umat manusia dengan melestarikan keterampilan menyamak kulit meskipun sistem otomatisasi telah berkembang pesat.

Leather Indonesia
Walaupun Indonesia bukan menjadi sejarah kulit dunia, namun Indonesia sangat terkenal dengan kualitas dan ketersediaan bahan baku. Di luar negeri, sapi di gembalakan dengan cara umbaran, dimana sapi tersebut masih sangat takut dengan kehadiran manusia.
Sedangkan di Indonesia, sapi dipelihara di dekat rumah bahkan di masukkan ke dalam kandang. Malahan sangat akrab dengan pawang atau peternak di Indonesia.

Hal tersebut menghasilkan performa kulit yang jauh berbeda. Kulit sapi yang digembalakan secara umbaran terdapat banyak sekali guratan atau luka pada kulit samak. Sedangkan sapi atau ternak yang dipelihara di kandang kulitnya relatif lebih baik dan minim luka.
Oleh sebab itu, leather Indonesia mempunyai keunggulan kompetitif secara kualitas bahkan harganya yang relatif terjangkau karena mata uang rupiah Indonesia yang kurang kompetitif dengan dollar maupun euro.
Untuk mengetahui jenis-jenis leather material yang ada di pasaran Indonesia bisa kunjungi Saka Leather. Saka Leather merupakan penyamak kulit dan grosir kulit terlengkap di Indonesia. Untuk mendapatkan informasi lengkap tentang kulit dari saka Leather dapat klik disini.